TEORI
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
JEAN
PIAGET
Dosen
Pengampu: DR. H. M.royani, M.Pd.
![]() |
Disusun
Oleh:
1. Normita
Sari NPM: 3061523034
2. Akhmad
Maulana NPM: 3061523038
JURUSAN/PRODI:
PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEMESTER
2
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP
PGRI) BANJARMASIN
TAHUN
AKADEMIK 2015/2016
KATA
PENGANTAR

Assalaamualaikum
wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karna berkat dan limpahan Rahmad dan Karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat
pada waktunyan. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Tiori Belajar dan
Pembelajaran Menurut Jean Piaget”
Kami
mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Bapak Dosen karena berkat
bantuan serta bimbingan dari beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Tiori Belajar dan Pembelajaran Menurut Jean Piaget. Semoga makalah ini
dapat berguna untuk dijadikan acuan, petunjuk maupun pedoman bagi kami sendiri
dan pembaca untuk mengatahui tentang Tiori Belajar dan Pembelajaran.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami memerlukan
pembaca untuk memberikan saran keritik yang dapat membangun kami. Keritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah
selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Barabai,
April 2016
Kelompok 8
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………. .
BAB
I PENDAHULUAN
Latar
Belakang……………………………………………………………..
BAB
II PEMBAHASAN
A. Konsep
Teoritis Utama …………………………………….………………
B. Tahap-Tahap
Perkembangan……………………………………………….
C. Kondisi
Optimal Untuk Belajar …………………………………………..
D. Termasuk
Kubu Mana Tiori Jean Piaget……………………....………….
E. Pendapat
Piaget Tentang Pendidikan……………………………………..
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………..
B. Keritik
dan Saran…………………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di
Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli sejarah yang mengkhususkan diri dibidang
sejarah literature abad pertengahan. Piaget pada awalnya tertarik pada biologi,
dan ketika dia berusia 11 tahun, dia mempublikasikan artikel satu halaman
tentang burung pipit albino yang dilihatnya ditaman. Antara usia lima belas dan
delapan belas tahun, dia mempublikasikan artikel tentang karang. Piaget
mencatat bahwa karena publikasinya banyak, dia ditawari posisi curator koleksi
kerang di Museum Genava saat dia masih duduk dibangku sekolah menengah.
Saat
remaja Piaget berlibur bersama walinya, seorang sarjana Swiss. Memulai
kunjungan bersama walinya inilah Piaget mulai tertarik pada filsafat pada umumnya
dan epistemonology (epistemology) pada khususnya. (Epistemologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan hakikat pengetahuan). Minat Piaget pada biologi dan
epistemology terus berlanjut di sepanjang hayatnya dan tampak jelas hamper di
semua tulisa teoretisnya.
Piaget
mendapat Ph.D dibidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan sampai usia
30tahun dia telah mempublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang
karang-karangandan beeberapa topik lainya.misalnya, di usia 23 tahun ia
mempublikasikan sebuah artikel tentang hubungan antara psikoanalisis dengan
pisikologi anak. Setelah mendapat gelar dokter, Piaget mendapat bermacam0macam
pekerjaan, di antaranya adalah bekerjasama di Binet Testing Laboratory di
Paris, di mana dia ikut membanu menyusun setandar tes kecerdasan. Pendekatan
Labolatorium Binet dalam melakukan pengetesan adalah penggunaan sejumlah
pertanyaan tes, yang kemudian di sajikan kepada anak berbagai usia. Ditemukan
bahwa anak yang lebih tua dapat member yang lebih banyak jawaban benar ketimbang anak yang lebih muda dan beberapa
anak memberi jawaban benar lebih banyak ketimbang anak lain usianya dengan usia
yang sama. Anak yang disebut pertama dianggap lebih pintar ketimbang anak yang
disebut belakangan. Jadi, nilai kecerdasan (intelligence quotient) anak
dihitung berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. Selama bekerja di
Labolatorium Binet inilah Piaget mulai tertarik pada kemampuan inteligensi
anak. Minat ini, bersama dengan minatnya pada biologi dan epistemology, meresap
di seluruh karya Piaget.
Saat menyusun standarisasi tes
kecerdasan,Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh besar terhadap tiori
perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk
pertanyaan tes adalah lebih informative ketimbang jawaban yang benar. Dia
mengamati bahwa kesalahan serupa dibuat oleh anak usia tertentu berbeda secara
kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia yang berbeda.
Piaget mengamati lebih jauh bahwa sifat dari kesalahan ini tidak dapat
dijelaskan secara memadai dalam situasi tes yang sangat tersruktur, dimana anak
menjawab pertanyaan secara benar atau salah. Piaget menggunakan clinical metbod
(metode klinis) yang merupakan bentuk pertanyaan terbuka. Dengan menggunakan
metode klinis, pertanyaan-pertanyaan Piaget akan ditemukan oleh jawaban si
anak. Jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan menyusun sejumlah
pertanyaanyang dirancang untuk mengeksplorisasi pertanyaan itu secara lebih
mendalam.
Selama bekerja di Laboratorium
Binet, Piaget mulai menyadari bahwa “inteligensi” (kecerdasan) tidak dapat
disamakan dengan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar. Menuruat Piaget,
pernyataan mendasarnya adalah mengapa beberapa anak mampu menjawab beberapa
pertanyaan secara benar dan anak lainnya tidak, atau mengapa seorang anak dapat
menjawab sebagian soal dengan benar tetapi salah untuk sebagian soal lainnya.
Piaget mulai mencari variabel-variabel yang memengaruhi kinerja tes anak.
Pencariannya menghasilkan pendapat tentang inteligensi yang oleh beberapa pihak
dianggap sama revolusionernya dengan pandangan Freud tentang motivasi manusia.
Piaget meninggalkan laboratorium
Binet untuk menjadi direktur riset di Jean-Jacquess Rousseau Institute di
Geneva, Swiss, di mana dia bias melakukan penelitian sendiri, menggunakan
metode sendiri. Tak lama setelah bergabung dengan institute itu, karya utama
pertamanya tentang psikologi perkembangan mulai muncul. Piaget, yang tidak
pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, secara tak terduga menjadi otoritas
penting dalam psikologi anak. Dia melanjutkan karyanya, dengan mempelajari tiga
anaknya sendiri. Dia dan istrinya (mantan mahasiswinya di Rousseau Institute)
melakukan observasi yang cermat atas ketiga anak merika selama bertahun-tahun
dan meringkas temuannya di beberapa buku. Pengguaan anak sendiri sebagai
informasi penyusun teorinya telah dikritik banyak pihak. Namun observasi yang
lebih luas, dengan menggunakan lebih banyak anak, ternyata cocok dengan
observasi Piaget, dan karenanya kritik itu bias dibungkam.
Piaget memublikasikan sekitar 30 buku
dan lebih dari 200 artikel dan terus melakukan riset produktif di University of
Geneva sampai dia meninggal pada 1980. Teori perkembangan intelektual anak
adalah teori yang ekstensif dan rumit, dan di bab ini kita hanya akan meringkas
unsure-unsur esensialnya. Penjelasan Piaget tentang proses belajar juga berbeda
dengan semua penjelasan lain yang dibahas dibuku ini.
Informasi di bab ini diambil dari
beberapa sumber. Sumber sekunder adalah Beard, 1969; Flavell, 1963; Furth,
1969; Ginsburg & Opper, 1979; Phillips, 1975, 1981. Sumber primer adalah
inhelder dan Piaget, 1958; Piaget, 1966, 1970a, 1970b; dan Piaget dan Inhelder,
1969.
BAB
II
PEMBAAHASAN
A. KONSEP
TEORETIS UTAMA
1. Inteligensi
Diatas kita telah menyinggung bahwa
Piaget menentukan pendefinisian intelligence (inteligensi) dalam term jumlah
item yang dijawab dengan benar dalam tes inteligensi. Menurut Piaget, tindakan
yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal
untuk keberlangsungan hidup organism. Dengan kata lain, inteligensi
memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif lingkungannya. Karena
lingkungan dan organism senantiasa berubah, sebuah interaksi yang “cerdas”
antara keduanya juga pasti terus-menerus berubah. Sebuah tindakan yang cerdas
selalu cenderung menciptakan kondisi optimal untuk survival organisme di dalam
situasi yang sedang dialaminya. Jadi, menurut Piaget, inteligensi adalah cirri
bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu
makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Menurut Peaget,
inteligensi adalah bagian integral dari tiap organisme karena setiap organisme
yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup
mereka. Namun, bagaimana kecerdasan memanifestasikandirinya pada waktu tertentu
akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut
sebagai genetic epistemology (epistemology genetic) karena teori ini berusaha
melacak perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa di sini
istilah genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis.
Pendapat Piaget tentang bagaimana potensi intelektual bisa berkembang akan
diringkaskan dalam bab ini.
2. Skemata
Seorang anak dilahirkan dengan sedikit
reflex yang terorganisir, seperti menyedot, melihat, menggapai, dan memegang.
Alih-alih mendiskusikan kejadian individual dari refleks ini, Piaget lebih
memilih berbicara tentang potensi umum untuk melakukan hal-hal seperti
mengisap, menatap, menggapai, atau memegang. Potensi untuk bertindak dengan
cara tertentu itu disebut sebagai schema (skema; jamak: schemata). Misalnya,
skema memegang adalah kemampuan untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari
sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat dianggap
sebagai struktus kognitif yang membuat semua tindakan memegang bias
dimungkinkan.
Ketika setiap tindakan memegang tertentu
akan diamati atau dideskripsikan, maka seseorang mesti berbicara dalam term
respon spesifik terhadap stimuli spesifik. Aspek manifestasi fartikular dari
skema ini dinamakan content (isi). Sekali lagi skema adalah potensi umum untuk
melakukan satu kelumpok prilaku, dan isi mendeskripsikan kondisi-kondisi yang
berlaku selama terjadi manifestasi potensi umum.
Skema adalah istilah yang amat penting
dalam teori Piaget. Suatu skema dapat dianggap sebagai elemen dalam struktur
kognitif organisme. Skemata yang ada dalam organisme akan akan menentukan
bagaimana ia akan merespons lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam bentuk
perilaku yang jelas, seperti dalam kasus reflex memegang, atau dapat muncul
secara tersamar. Manifestasi skema yang tidak jelas dapat disamakan dengan
tindak berpikir. Kita akan membahas manifestasi skema yang tersembunyi nanti
dalam bab ini. Baik dalam perilaku dan dalam pemikiran, istilah content merujuk
kepada spesifikasi tertentu manifestasi khusua sebuah skema.
Jelas, cara anak menghadapi
lingkungannya akan berubah-ubah seiring dengan perubahan si anak. Agar menjadi
interaksi organisme-lingkungan, schemata yang tersedia untuk anak harus
berubah.
3. Asimilasi
dan Akomodasi
Jumlah schemata yang tersedia untuk
organism pada waktu tertentu merupakan cogniti ve structur (struktur kognitif)
organism tersebut. Bagaimana organism berinteraksi dengan lingkungannya akan bergantung
pada jenis struktur kognitif yang ada. Dalam kenyataanya, seberapa besar
lingkungan dapat dipahami, atau direspons, akan bergantung pada berbagai
schemata yang tersedia bagi organism. Dengan kata lain, struktur kognitif
menentukan apa aspek dari lingkungan fisik yang dapat “eksis” untuk organism.
Proses memproses lingkungan sesuai
dengan struktur kognitif seseorang dinamakan assimilation (asimilasi), yakni
jenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan
fisik.
Struktur
kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh
orgenisme. Misalnya, jika skema mengisab, menatap, menggapai, dan memegang
sudah tersedia bagi si anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan di
asimilasikan ke skemata itu. Saat struktur kognitif berubah, maka
anak mungkin bias mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan
fisik.
Jelas , jika asimilasi adalah
satu-satunya proses kognitif, maka tak aka nada perkembangan intelektual sebab
organism hanya akan mengasimilasikan pengalamannya kedalam struktur kognitif.
Namun, proses penting kedua menghasilkan mekanisme untuk perkembangan
intelektual: accommodation (akomodasi), proses memodifikasi struktur kognitif.
Setiap pengalaman yang dialami seseorang
akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kejadian-kejadian yang
berkorespondensi dengan skemata organism membuthkan akomodasi. Jadi, semua
pengalaman melibatkan dua proses yang sama-sama penting: pengenalan, atau
mengetahui, yang berhubungan proses asimilasi, dan akomodasi, yang menghasikan modifikasi strukur
kognitif. Modifikasi ini dapat disamakan dengan proses belajar. Dengan kata
lain, kita merespons dunia berdasrkan
pengalaman kita sebelumnya (asimilasi) , tetapi setiap pengalaman memuat
aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek
unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita
(akomodasi). Akomodsi karenanya menyediakan sarana utama bagi pekembangan
intelektual. Ginsburg dan Opper (1979) meberi contoh bagaimana asimilasi dan
akomondasi saling berhubungan:
Misalkan bayi umur 4 bulan diberi
mainan. Dia sebelemnya tak pernah bermain dengan mainan itu. Mainan itu
karenanya merupakan unsure lingkungan dan bayi itu harus beradaptasi dengannya.
Bayi itu berusaha memegang mainan. Agar berhasil, dia harus mengakomodasi bayak
cara. Pertama, dia harus mengakumodasi aktivitas visualnya untuk melihat mainan
itu dengan benar, misalnya menentukan lokasinya. Kemudian dia harus
menjangkaunya, menyesuaikan gerakan tangannya antara dirinya dengan mainan itu.
Dalam memegang mainan itu. Dalam memegang mainan itu, dia harus mengtur
jari-jarinya dalam posisi memegang; saat mengangkat mainan itu dia harus
mengakomodasi ototnya berdasarkan berat mainan. Ringkasnya, tindakan memegang mainan
ini sederetan tindak akomodasi, atau modifikasi struktur perilaku bayi sesuai
tuntutan lingkungan. Pada saat yang sama, memegang mainan juga membutuhkan
asimilasi. Sebelumnya bayi itu pernah memegang benda lain; baginya, memegang
adalah struktur perilaku yang sudah terbentuk. Ketika dia melihat mainan itu
untuk pertama kalinya, dia akan mencoba memegang bentuk mainan baru itu dengan
menggunakan pola prilaku lama. Dalam satu pengertian, dia mencoba mengubah
bendanya itu menjadi sesuatu yang sudah dikenalinya yakni benda yang akan
dipegang. Karenanya, kita bisa mengatakan bahwa dia mengasimilasikan objek ke
dalam kerangka yang dimilikinya dan karenanya member “makna” pada objek itu.
Asimilasi dan akomondasi disebut sebagai
functional invariants (invariant fungsional) karena mereka terjadi di semua
livel perkembangan intelektual. Tetapi jelas, bahwa pengalaman sebelumya
sebelum vendrung melibtkan lebih banyak akomdasi ketimbang pengalaman yang
kemudian karena semakin banyak hal-hal yang dialami akan beerhubungan dengan
struktur kognitif yang ada, dan mebuat akomodasi subtansial makin tak
diperlukan saat individu bertambah dewasa.
4. Ekuilibrasi
Kita mungkin bertanya-tanya apa kekuatan
pendorong dibalik pertumbuhan intelektual. Menurut Piaget, jawabanya ada pada
konsep aquilibration (ekuilibrasi). Piaget berasumsi bahwa semua organism punya
tendensi bawaaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan
lingkungannya. Dengan kata lain, semua aspek dari organism diarahkan menuju
adaptasi yang optimal. Ekulibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal.
Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan sebagaidorongan terus-menerus kea
rah keseimbangan atau ekuilibrium.
Konsep ekuilibrasi menurut Piaget
sejajar dengan konsep hedonism Freud atau konsep aktulisasi dari Maslow dan
Jung. Ini adalah konsep mutivisionalnya, yang bersama dengan asimilasi dan
akomodasi dipakai untuk menerangkan pertumbuhan intelektual anak. Sekarang kami
akan mendiskripsikan ketiga proses ini
berinteraksi.
Seperti telah kita lihat, asimilasi
memungkinkan organisme untuk merespons situasi sekarang sesuai dengan
pengetahuan sebelumnya. Karena aspek unik dari situasi ini tidak dapat diproses
berdasarkan pengetahuan sebelumnya, maka aspek unik atau baru dari pengalaman
ini akan menyebabkan sedikit tidak keseimbangan kognitif. Karena ada kebutuhan
bawaan untuk mencapai rohani (ekuilibrium) struktur mental organism berubah
agar dapat memasukan aspek unik dari pengalaman ini dan menyebabkan upayan
penyeimbangan kognitif kembali. Seperti penjelasan para pisikolog Gestalt,
kurangnya keseimbangan kognitif ini memiliki property motivasional yang membuat
organisme aktif sampai keseimbangan tercapai kembali. Tetapi selain usaha
memulihkan keseimbangan, penyesuaian ini membuka jalan bagi interaksi baru daan
berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut menyebabkan perubahan struktur
mental, sehingga jika aspek lingkungan yang sebelumnya unik kemudian dijumpai
lagi, aspek itu tidak akan menimbulkan ketidak keseimbangan yakni aspek itu
akan mudah diasimilasikan ke dalam struktur kognitif organisme. Selain
itu,tatanan kognitif ini membentukbasis untuk akomodasi yang baru, sebab
akomodasi selalu muncul dari ketidak seimbangan, dan yang menyebabkan ketidak
keseimbangan itu selalu terkait dengan struktur kognitif organism saat ini.
Secara bertahap, melalui proses penyesuaian dari ini, informasi yang pada satu
waktu tidak bias diasimilasi, pada akhirnya bias diasimilasi. Mekanisme
asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan
pertumbuhan intelektual yang pelan tetapi pasti. Proses ini dapat digambarkan
sebagai berikut:






5. Interiorisasi
Interaksi awal dengan lingkungan
adalah interaksi sensorimotor yakni,
mereka merespons stimulasi lingkungan secara langsung dengan reaksi motor
(gerak) reflex. Pengalaman awal anak karenanya melebatkanpenggunaan dan
elaborasi skemata bawaan mereka seperti memegang, mengisap, menatap, dan
menggapa. Hasil dari pengalaman terdahulu ini di simpan dalam struktur kognitif
dan pelan-pelan mengubahnya. Dengan makin banyaknya pengalaman, anak-anak
mengembangkan struktur kognitif mereka, dan karenanya memungkinkan bagi mereka
untuk beradaptasi secara lebih mudah ke situasi yang lebih banyak dan beragam.
Setelah struktur kognitif makin
luas, anak-anak mampu merespons situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak
lagi terlalu bergantung pada situasi sekarang. Misalnya, mereka mampu
“memikirkan” objek yang sebelumnya tidak mampu meraka pikirkan. Apa yang kini
dialami anak-anak adalah fungsi dri lingkungan fisik dan struktur kognitifnya,
yang mereflisikan akumulasi pengalaman sebelumnya. Penurunan ketergantungan
pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini
dinamakan interiorization (interiorisasi).
Setelah struktur kognitif
berkembang, struktur ini menjadi makin penting dalam prises adaptasi. Misalnya,
struktur kognitif yan sudah meluas akan bias memecahkan problem yang lebih
kompleks. Setelah mungkin banyak pengalaman yang diinteriosasikan, pemikiran
menjadi aalat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pada awalnya reaksi adaptif
anak bersifat langsung dan sederhana, tetapipemikiran. Reaksi adaptif awal si
anak biasanya jelas kelihatan. Saat proses interiorisasi terus berlanjut,
respons adaptif anak menjadi makin tak tampak (covert) mereka melibatkan lebih
banyak tindakan internal ketimbang iksternal. Piaget menyebut proses tak tampak
internal ini sebagai operation (operasi) aksi, dan istilah operasi ini secara
umum dapat disamakan dengan “berfikir”. Kini, alih-alih memanipulasi lingkungan
secara langsung, anak dapat melakukannya secara mental melalui penggunaan
operasi.
Karakteristik terpenting dari setiap
operasi adalah ia ia dapat dibalikan. Reversibility berarti bahwa setelah
sesuatu dipikirkan, ia lalu dapat “tidak dipikirkan” yakni, sesuatu operasi,
setelah dilakukan, dapat ditinggalkan secara mental. Misalnya, seseorang secara
mental dapat jumlah 3 dan 5 dan mendapat 8, dan kemudian secara mental
mengurangi 3 dari 8 dan dapat 5.
Seperti telah kita lihat,
penyesuaian pertma anak ke lingkungan adalah langsung dan tak melibatkan
pemikiran (operasi). Kemudian, setelah anak mengembangkan struktur kognitif
yang lebih kompleks, pemikiran menjadi makin penting. Penggunaan operasi awal
akan bergantung pada kejadian-kejadian yang dialami anak secara langsung,
yakni, anak bias memikirkan hal-hal yang dapat dilihatnya. Piaget menyebutnya
sebagai concrete operations sebab mereka diaplikasikan ke kejadian lingkungan
konkret. Tetapi operasi selanjutnya tidak bergantung pada kejadian lingkungan,
dan karenanya anak bias memecahkan persoalan yang murni hipotetis. Piaget
menyebutnya sebagai formel operations (operasi formal). Berbeda dengan operasi
konkret (concrete operatons), operasi formal ini tak terikat dengan lingkungan.
Jadi, interiorisasi adalah proses
yang dengannya tindakan adaptif makin tersamar. Dalam kenyataan, operasi dapat
dianggap sebagai tindakan interiorisasi. Prilaku adaptif, yang pertama-tama
menggunakan skemata sensomotor dan prilaku yang kelihatan, berkembang sampai ke
titik dimana operasi formal dipakai dalam proses adaptif. Penggunaan operasi
formal merupakan bentuk tertinggi dari perkembangan intelektual.
Meskipun pertumbuhan intelektual it
uterus berkelanjutan, Piaget menemukan bahwa kemampuan mental tertentu
cenderung muncul pada tahap tertentu dari perkembanga. Adalah penting untuk
memperhatikan kata cenderung ini. Piaget dan rekan-rekannya menemukan bahwa
walaupupun kemampuan mental tampak ada livel usia tertentu, namun beberapa anak
menunjukan kemampuannya lebih awal dan sebagian lainnya lebih kemudian.
Meskipun usia aktual dimana suatu kemampuan muncul mungkin bervariasi dari satu
anak ke anak lain atau dari satu kultur ke kultur lain, urutan kemunculan
kemampuan mental tidak bervariasi karena perkembangan mental selalu merupakan
perluasan dari apa-apa yang sudah ada sebelumnya. Jadi, walaupun anak dengan
usia sama mungkin punya kemampuan mental yang berbeda-beda, urutan
kemunculannya kemampuan itu selalu sama. Kita akan memeriksa berbagai tahap
perkembangan intelektual menurut Piaget.
B. TAHAP-TAHAP
PERKEMBANGAN
1. Sensomotor
stage (dari lahir sampai dua tahun)
Tahap sensorimotor dicirikan oleh
tidak adanya bahasa. Karena anak-anak tidak menguasai kata untuk suatu benda,
objek akan tak etis bagi anak jika anak tidak menghadapinya secara langsung.
Interaksi dengan lingkungan adalah interaksi sensorimotor dan hanya berkaitan
dengan keadaan saat ini. Anak-anak pada tahap ini bersikap egosentris. Segala
sesuatu dilihat berdasarkan kekurangan referensi dirinya sendiri, dan dunia
psikologis mereka satu-satunya dunia yang ada. Pada akhir tahap ini, anak
mengembangkan konsep kepermanenan objek (object permanence). Dengan kata lain,
mereka mulai menyadari bahwa objek tetap meski mereka tidak melihatnya.
2. Preoperational
Thingking (sekitar dua sampai tujuh tahun).
Tehap
pemikiran prapesional terbagi menjadi dua:
a. Pemikiran
prakonseptual (sekitar dua sampai empat tahun)
Selama disalah satu tahap
preoperational thingking (pmikiran pra-oprasional) ini, anak-anak mulai
membentuk kensep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasi benda-benda dlam
kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan
lantaran konsep mereka itu. Jadi, semua lelaki adalah “ayah” dan semua
perempuan adalah “ibu”, dan semua mainan adalah “milikku”. Logika mereka tidak
idukatif atau deduktif, namun transduktif. Contoh dari penalaran transduktif
adalah “sapi adalah hewan besar dengan empat kaki. Hewan itu besar dan punya
empat kaki. Karenanya, hewan itu adalah sapi.”
b. Priode
pemikiran intuitif (sekitar empat sampai tujuh tahun).
Pada tahap kedua dari pemikitan
pra-operasional ini, anak-anak memecahkan problemsecara intetuf,
bukanberdasarkan kaidah-kaidah logika. Cirri paling menonjol dari pemikiran
anak pada tahap ini adalah kegagalan untuk mengembangkan conservation
(konservasi). Konservasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyadari bahwa
jumlah, panjang, subtansi, atau luas akan tetap sama meski mungkin hal-hal
seperti itu direpresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda.
Misalnya, seorang anak ditunjukan pada wadah berisi air dalam volume tertentu. 

Pada tahap perkembangan ini, anak, yang
melihat bahwa wadah pertama berisi sejumlah cairan, kini akan cendrung
mengatakan bahwa wadah yang lebih tinnggi bentuknya berisi lebih banyak air
karena isinya lebih tinggi dari pada wadah pertama. Anak pada tahap ini secara
mental tidak bias mengembalikan operasi kognitif, yang berarti dia tidak dapat
secera mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendek
dan tidak dapat melihat bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah tetap sama.
Menurut piaget, konservasi
adalahkemampuan yang muncul sebagai hasil dari akumulasi pengalaman anak dengan
lingkungan, dan bukan kemampuan yang dapat diajarkan sampai anak memiliki
pengalaman awal ini. Sebagaimana halnya dengan tiori tahapan lainnya,
pengajaran adalah isu penting. Apakah berbagai kemampuan uncul sebagai hasil
dari pengalaman tertentuu (yakni, belajar) ataukan muncul sebagai fungsi dari
kedewasaan yang ditentukan secara genitik? Menurut Piaget jawabannya adalah
kedua-duanya. Pendewasaan menghasilkan struktur otak dan sensoris yang
dibutuhkan, tetapi dibutuhkan pengalaman untuk mengembangkannya. Pertanyaan
apakah konservasi dapat dia ajarkan sebelum “tiba waktunya” masih belum
menjawab, beberapa pihak mengatakan bias (misalnya LeFrancois, 1968) dan pihak
lainya mengatakan tidak bias, dan karenanya menantang pendapat Piaget (misalnya
Smedslund, 1961).
3. Concrete
Operations (sekitar tujuh sampai sebelas atau dua belas tahun).
Anak
kini mengembanhkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan
mengelompokkan secara memadai, melakukan pengaturan (mengurutkan diri yang
terkecilsampai paling besar dan sebaliknya), dan menangani konsep angka.
Tetapi, selama tahap ini proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang
diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi problem yang agak kompleks
selama problem itu konkret dan tidak abstrak.
Diagram berikut ini menunjukan
problem khas yang diberikan kepada anak yang berusia sekitar 11 tahun untuk
mengetahui proses pemikiran mereka. Tugas mereka adalah menentukan huruf apa
yang mesti dimasukan kedalam bagian yang masih kosong di dalam lingkaran.
Mungkin anda bias mencobanya.
![]() |
Untuk
memecahkan problem ini, seseorang mesti menyadari bahwa huruf dari alphabet
yang berseberangan dengan angka romawi I dan A, huruf pertamma dari abjad.
Huruf yang berseberangandengan X adalah J, huruf ke sepuluh dalam abjad. Jadi,
huruf yang berseberangan angka romawi V pasti E. setidaknya ada dua konsep yang
harus dipakai dalam memecahkan problem semacam itu “korespondensi satu-satu”
dan “nerseberangan”. Yakni, harus bias dari bawah angka Romawi dan huruf abjad
dapat diletakan sedemikian rupa sehingga saling berkorespondensi, dan juga
harus disadari bahwa penempatan korespondensi itu harus berseberangan. Jika
anak tidak memiliki konsep ini, mereka tidak dapat memecahkan problem itu.
Demikian pula, jika mereka dapat memecahkan problem, maka mereka pasti punya
konsepnya.
4. Formal
Operations (sekitar 11 atau 12 tahun sampai 14atau 15 tahun).
Anak-anak kini bias menangani situasi hiotetis, dan
proses berpikir mereka tidak lagi bergantung hanya pada hal-hal yang langsung
riil. Pemikiran pada tahap ini semakin logis. Jadi, apparatus mental yang
dimilikinya makin canggih namun apparatus ini dapat diarahkan ke solusi
berbagai problem kehidupan yang tidak berkesudahan.
C. KONDISI
OPIMAL UNTUK BELAJAR
Jelas
bahwa jika sesuatu tak bias diasimilasikan ke dalam struktur kognitif
orgenisme, ia tak dapat bertindak sebagai stimulasibiologis. Dalam pengertian
inilah struktur kognitif menciptakan lingkungan fisik (jasmani). Saat struktur
kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi terartikulaskan dengan baik.
Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif organism
sehingga tidak bias diakomodasi, tidak akan terjadi belajar. Agar belajar
optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat
diasimilasikan kedalam struktur kognitif tetapi pada saat yang sama ia harus
berbeda agar menimbulkan perubahan dalam struktur kognitif tersebut. Jika
informasi tidak dapat diasimilasikan, maka ia tidak bias dipahami. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna,
tidak diperluka proses belajar. Dalam kenyataanya, dalam tiori piaget,
asimilasi dan pemahaman mempunyai arti serupa. Inilah yang diistilahkan oleh
Dollard dan Miller sebagai learning dilemma (delema belajar), yang menunjukan
bahwa semua proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan
pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan
akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang agar
memicu pertumbuhan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi hanya jika
asimilasi terjadi.
Seseorang
harus menentukan jenis struktur apa yang yang tersedia bagi individu dan
pelan-pelan mengubah struktur ini sedikitdemi sedikit. Karna alasan inilah
Piaget mendukung hubungan ttap muka (satu-satu)antara guru dan murid. Tetapi
jelas bahwa dia akan mendukung hubungan semacam itu karena alasan yang berbeda
dangan alasan dari Skinner, yang juga mendukung hubungan tersebut.
Piaget
sering dianggap nativis yang percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi
sebagai hasil dari kematangan biologis, namun anggapan ini tidak sepenuhnya
benar. Piaget percaya bahwa pendewasaan (maturation) hanya menyediakan
kekurangan untuk perkembangan intelektual. Selain itu, ada pula pengalaman fisik
(jasmani) maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental. Inhelder
dan Piaget (1958) mengemukakan soal ini
sebagai berikut: “Pendewasaan sestem saraf tak bias melakukan lebih dari
penentuan totalitas kemungkinan dan kemustahilan pada tahap tertentu.
Lingkungan sosial tertentu jelas tidak bias diabaikan agar
kemungkinan-kemungkinan itu dapat direalisasikan. Realisasi ini dapat
dipercepat atau diperlambat oleh fungsi cultural dan kondisi pendidikan” di tempat lain Piaget (1966) mengatakan,
Manusia sejak lahir sudah berada
dalam lingkungan fisik dan sosial yang mempengaruhinya. Masyarakat dalam satu
pengertian, lebih dari sekedar lingkungan fisik, dan lingkungan sosial dapat
merubah struktur sdasar individu, sebab ia bukan hanya memaksa individu untuk
mengenali fakta, tetapi juga memberinya nilai-nilai baru dan menetapkan
serangkaian kewajiban kepadanya.
Ginsburg
dan Order (1979) meringkaskan cara Piaget memandang perkembangan kognitif yang
dipengaruhi oleh warisan bawaan “(a) Struktur fisik bawaan yakni sistem saraf
membatasi fungsi intelektual, (b) Reaksi behavioral bawaan yakni reflex
mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu dimodifikasi
besr-besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungan ,dan (c) Pendewasaan
struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis yakni ketika otak menjadi
matang sampai titik di mana perkembangan bahasa dimungkinkan”. Dan seperti
telah kita lihat, ekuilibrasi, atau tendensi mencari harmoni antara diri dengan
lingkungan, juga merupakan bawaan.
D. TERMASUK
KUBU MANA TIORI PIAGET?
Piaget
jelas buka tioretis S-R. seperti kita ketahui tiori S-R berusaha menentukan
hubungan antara kejadian lingkungan (S) dengan respons terhadap kejadian (R).
kebanyakan tiori mengasumsikan organism pasif yang membangun kemampuan
responsdengan mengakumulasi kebiasaan. Kebiasaan dalam kempleks, menurut
perspektif ini, hanyalah kombinasi dari kebiasaan-kebiasaan sederhana. Hubungan
S-R tertentu “dicatak” melaluipenguatan atau kontiguasi. Pengetahuan, menurut
pendapai ini, merepresentasikan “salinan” dari kondisi yang aksis dari dunia
fisik. Dengan kata lain, melalui belajar, hubungan yang ada dalam dunia fisik
menjadi direpresentasikan dalam otak
organism. Piaget menyebut posisi epistemologis ini sebagai teoripengetahuan
salinan.
Tiori
piaget berbeda secara diametric dengan konsep pengetahuan S-R. seperti telah
kita ketahui, Piaget menyamakan pengetahuan dengan struktur kognitif yang
memberikan potensi untuk menghadapi lingkungan dengan cara-cara tertentu.
Struktur kognitif menyediakan kerangka bagi pengalaman; yakni, mereka
menentukan apa yang dapat direspons dan bagaimana ia dapat direspons. Dalam
pengertian ini, struktur kognitif diproyeksikan ke lingkungan fisikdan
karenanya ia menciptakannya. Dengan cara ini lingkungan dikonstruksikan oleh
struktur kognitif. Tetapi, juga bisa dikatakan bahwa lingkungan memainkan peran
besar dalam menciptakan struktur kognitif. Seperti telah kita ketahui,
interaksi antara lingkungan dan sruktur kognitif melalui prosesasimilasi dan
akomodasi adalah sangat penting dalam tiori Piget. Piaget (1970b) membedakan
pendapatannya tentang inteligensi dan pengetahuan dengan pendapat teoritis empiris lainnya sebagai
berikut:
Menurut pendapat umum,dunia
eksternal sepenuhnya terpisah dari subjek, meskipun dunia itu meliputi tubuh
subjek. Setiap penetahuan objektif, karenanya, tampak hanya hasil dari
pencatatan perseptif, asosiasi motor (gerak), deskripsi verbal, dan sejenisnya,
dimana semua berpartisipasi dalam menghasilkan salinan figurative atau “salinan
fungsional” (menjamin istilah Hull) dari objek dan koneksi antar-objek itu,
dalam proses ini, isi dan intelegensi berasal dari luar, dan koordinasi yang
mengorganisasikankanya hanyalah konsekuensi dari instrument bahasa dan
simbolis.
Tetapi, interpretas pasif mengenai
tindakan pengetahuan ini sesungguhnya bertentangan dengan sema livel
perkembangan dan, khususnya, pada tahap sensorimotor dan pralinguistik dari
inteligensi dan adaptasi kognitif. Sebenarnya, untuk mengetahui objek, subjek
harus bertindak aktif, dan karenanya mengubah objek dia harus mengganti,
menghubungkan, mengombinasikan, mengambil, dan menyatukan lagi.
Dari tindakan sensorimotor paling
dasr (seperti mendorong atau menarik) sampai operasi intelektual yang paling
ganggih, yang merupakan tindakan yang telah dinteriorisasikan, yang dilakukan
secara mental (misalnya menggabungkan, mengurutkan, menggabungkan), pengetahuan
senantiasa dikaitkan dengan tindakan atau operasi, yakni dengan transformasi.
Ada
kesepakatan daan ketidaksepakatan antara tiori Piaget dan Gestalt. Keduanya
menyepakati bahwaketidakkeseimbangan mengandung property morivasi. Keduanya
percaya bahwa pengetahuan yang lalu, teoretisi Gestalt berpendapat bahw saat
jejak memori semakin mapan, ia akan semakin berpengaruh terhadap pengalaman
sadar. Jadi, ketika jejak memori tentang “betntuk lingkaran” sudah mapan,
sesuatu gambar lingkaran yang belem tuntas akan dialami sebagai lingkaran utuh.
Jejak memori, karenanya, “mengkonstruksi”penglaman yang tidak sesuai dengan
realitas fisik kita dapat mengatakan bahwa pengalaman diasimilasikan kedalam
jejak memori yang sudah ada, sebagaimana mereka diasimilasikan ke dalam
struktur kognitif yang sudah ada. Sebagaiman struktur kognitif pelan-pelan
diubah oleh pengalaman kumulatif, demikian pula halnya dengan jejak memori.
Sumber
perbedaan utama antara teoretisi Gestalt dengan Piaget adalah soal sifat
perkembangan kemampuan organisasional seseorang. Teoretisi Gestalt percaya
bahwa manusia lahir dengan otak yang mengorganisasikan pengalaman berdasarkan
hukum Pragnanz. Mereka percaya bahwa data indrawi dioganisasikan di semua tahap
perkembangan. Piaget, sebaliknya, percaya bahwa kemampuan organisasional otak
berkembang sering dengan berkembangnya struktus kognitif. Menurutnya,
pengalaman selalu di organisasikan dalam term struktur kognitif, namun struktur
kognitif selalu derubah baik saat terjadi pendewasaan biologis maupun berkat
pengalaman indrawi. Jadi, Piaget menggunakan istilah progressive aquilibrium
(ekuilibrium progresif) untuk mendeskripsikan fakta bahwa keseimbangan atau
organisasi akan optimal dalam situasiyang ada dan bahwa situasi itu akan selalu
berubah-ubah.
Perbedaan
antara Piaget dan teoritis Gestalt pada soal kemampuan organisasional bahwa
akan menghasilkan perubahan dalam praktik pendidikan. Di satu sisi, guru yang
menggunakan prinsip Gestalt dalam pengajarannya akan cendrung menekankan pada
“Gestalt” di semua livel pendidikan, melihat gambaran pendidikan adalah hal
yang penting. Guru semacam ini akan menerima diskusi kelompok atau sistem
ceramah. Di pihak lain, guru Piagetisn sksn memperhatiakn siswa individual.
Guru ini pertama-tama berusaha menentukan apa tahap perkembangan siswa tertentu
sebelum menentukan informasi apa yang diberikan mereka menyadari bahwa
mengetahui sesuatu tentang struktur kognitif siswa akan memampukan mereka
memberi siswadengan informasi yang mudah untuk diasimilasi olehnya. Jadi, ada
perbedaan besar dalam mengasumsiakn bahwa otak selalu mengorganisasikan
pengalaman dan dalam mengasumsikan bahwa kemampuan organisasional bervariasi
pada berbagai tahap perkembangan.
Kita
dapat melihat bahwa tiori Piaget sulit untuk dikelempokkan dalam katagori
tradisional. Tiorinya adalah emperitis dalam pengertian bahwa pengetahuan
bergantung pada pengalaman, tetapi cirri empiris tiorinya berbeda dengan ciri
empiris teori S-R. orang akan tergoda untuk membandingkan tiori pengetahuan
Piaget denan tiori Kant (lihat Bab 3), namun katagori pemikiran menurun Kamt
adalah bersipat bawaan, sedangkan katagori Piaget adalah hasil dari pendewasaan
dan pengalaman kumulatif. Tiori piaget tidak sepenuhnya empiris. Kensep
ekuilibrasi meruakan komponen nativistik dalam tiorinya. Dorongan bawaan kea
rah harmoni antara lingkungan internal dan eksternal maupun basis dari semua
pertumbuhan intelektual. Kita melihat dalam tiori Piaget campuran kreatif
berbagai sudut pandang , karena alasan ini teorinya sama dengan tiori Tolman.
E. PENDAPAT
PIAGET TENTANG PENDIDIKAN
Menurut
Piaget pengalaman pendidikan harus dibangun diseputar struktur kognitif
pembelajaran. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung
memiliki struktur kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk
memiliki struktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi
belajar yang berbeda pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa
diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak.
Jika, di sisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak aka nada
proses belajar terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah
diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah di ketahui akan diasamilasi,
dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalanm struktur
kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan
belajar.
Jadi
menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang
bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan
pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus
tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Maka kita melihat, baik itu Piaget
(wakil dari paradikama kognitif) maupun kaum behavioris, telah mendapatkan
kesimpulan yang sama mengenai pendidikan: akni, pendidikan harus
diinvidualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa
kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain
dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak.
Behavioris mencapai kesimpulannya dengan menyadari bahwa penguatan haruslah
kontigen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang
tepat membutuhkan hubungan tatap muka antara satu orang guru dan satu orang
murid atau antara murid dengan materi pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut piaget, anak dilahirkan dengan
beberapa skemata sensorimotor, yang memberikerangka bagi interaksi awal mereka
dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata
sensomotori ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke
skemata itulah yang dapat direspons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu
akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata
awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus
diakomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan,
struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalaman
terus-menerus. Tetapi ini adalah proses yang lambat, karena skemata baru itu
selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini,
pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap
linkungan akan terus berkembang sampai ke titik dimana anak mampu memikirkan
kejadian potensial dan mampu secara mental mengksploritasi kemungkinan
akibatnya.
Interioritasi menghasilkan perkembangan
oprrasi yang membebaskan anak dari kebutuhan untuk berhadapan langsung dengan
lingkungan karena dalam hal ini anak sudah mampu melakukan manipulasi simbolis.
Perkembangan operasi (tindkan yang diinteriorisasikan) mamberi anak cara yang kompleks
untuk mengenai lingkungan, dan mereka karenanya mampu melakukan tindakan
intelektual yang lebih kompleks. Karenanya struktur kognitif mereka lebih
terartikulasi, demikian pula lingkungan fisik mereka, jadi dapat dikatakan
bahwa struktur kognitif mereka mengkonstruksi lingkungan fisik. Perlu diingat
bahwa istilah intelligent (cerdas) dipakai oleh Piaget untuk mendiskripsikan
semua aktivitas adaptif. Jadi, perilaku anak yang memegang mainan adalah sama cerdasnya
dengan prilaku anak yang lebih tua dalam memecahkan problem. Perbedaannya
adalah dalam struktur kognitif yang tersedia bagi setiap anak. Menurut Piaget,
tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan keseimbangan antara organism
dengan lingkungan dalam situasi saat itu. Dorongan kea rah keseimbangan ini
denamakan ekuilibrasi.
Meskipun perkembangn intelektual adalah berkelanjutan selama masa
kanak-kanak, Piaget memilih untuk menyusun tahap perkembangan intelektual. Dia
mendeskripsikan empat tahap utama; (1) sensomotor, dimana anak berhadapan
langsung dengan lingkungan dengan menggunakan reflex bawaan mereka; (2)
pra-operasional, dimana anak mulai menyusun konsep sederhana; (3) operasi
konkret, dimana anak menggunakan tindakan yang telah diinterioritaskan atau
pemikiran untuk memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan (4) operasi
formal, dimana anak dapat memikirkan situasi hipotetis secara penuh.
Tiori Piaget mamberi efek signifikan
pendidikan. Banyak berusaha untuk merumuskan kebijakan spesifisk berdasarkan
tiori Piaget (misalnya, Athey & Rubadeau, 1970; Furth, 1970; Ginsburg &
Opper, 1979). Yang lainnya berusaha mangambungkan tes kecerdasan berdasarkan
tiorinya (misalnya Goldschmid & Bentler, 1968). Tiori Piaget jelas membuka
jalan ruset baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya, atau yang diabaikan
oleh mereka yang menerima sudut pandang asosiasinitik. Seperti telah kita
kemukakan di bab2, salah stu cirri tiori ilmiah yang baik adalah ia bersifat
heuritis, dan tiori Piaget jelas heuritis. Pada 1980, tahun Piaget meninggal,
JeromeKagan memujinya dengan menulis:
“Piahet
mengemukakan banyak fenomena yang menawan yang ada di depan hidung semua orang
tetapi hanya sedikit yang mempu melihatnya. Reliabilitas dari penemuan itu
(bayi usia delapan bulan yang tiba-tiba bisa menemukan mainan tersembunyi dan
penemuan nonkonservasi dan konservasi anak 7 tahun yang menghadapi teka-teki
air di wadah) sanagt konsesten diberbagai kultur sehingga penemuan itu mirip
dengan menemuan dalam percobaan kimia… Hanya ada sedikit orang yang akan
membatah bahwa kesempulan Piaget telah menjadi baris utama bagi ilmu kognitif
dalam psikologi kontemporer… Bersama Freud, Piaget adalah tokoh terpenting
dalam perkembangan ilmu tentang manusia.”
B.
KRITIK DAN SARAN
·
Kritik
Banyak pisikolog kontenporer menunjukan ada
problem dalam metodologo riset Piaget. Metode klinisnya dapat menyediakan
informasi yang tidak dapat dicatat dengan mudah dalam eksperimen laboraturium
yang ketat. Metodenya bisa jadi metode ideal untuk menemukan arah bagi riset
dimasa depan di dalam kondisi yang didefinisikan secara ketat, tetapi kita
harus hati-hati saat mengambi kesimpuan dari observasi yang dibuat dengan
metode klinis karena metode ini kekurangan kontrol eksperemental yang ketat.
Kritik terkait ditunjukanya pada sejauh mana observasi Piaget dapat
digenarasikan, sebab dia tidak mengamati anak atau orang dewasa dari kultur
selain kulturnya sendiri. Misalnya, Egan (1983), menulis, “Jika, misalnya, kita
menemukan bahwa kebanyakan orang dewasa Abirigin di Australia gagal dalam tes
konservasi kuantitas kontinu Piagettian, apakah kita akan percaya bahwa orang
dewasa Aborigin akan menyimpan air dalam wadah bentuk tinggi untuk menyimpan
(lebih banyak air) apakah mereka berpikir mereka akan kehilangan air jika
mereka menuangkannya kewadah yang lebih
pendek? Masalah yang belum jelas ini menunjukan bahwa tugas-tugas Piagetian
Klasik, dalam konteks seperti itu, menghasilkan data yang kabur yang mungkin
tidak ada hubungannya dengan kapasitas intelektual umum”.
Meskipun gagasan tahapan-tahapan
perkembangan Piaget tampak secara umum benar, ada indikasi bahwa kemampuan anak
yang sangat muda tidak terbatas seperti yang diyakini semula. Bayi mungkin
sudah punya pemahaman tentang kepermanenan objek (Baillargeon, 1987, 1992;
Bowers,1989) dan hukum fisika tertentu seperti kemustahilan memindahkan suatu
benda padat menembus halangan fisik (Baillargeon et al., 1990; Keen, 2003).
Selain itu, mungkin ada perkembangan pemahaman yang diskontinu, bukan hierarki
akumulasi seperti yang dikemukakan oleh Piaget (berthier et al., 2000).
Juga bahkan orang dewasa barangkali akan
mencapai tahap operasi formal walau ia dihadapkan pada jenis pengalaman yang
menurut Piaget akan membawa orang itu ke struktur formal. Misalnya, Piaget dan
Inhelder (1956) menyusun tugas livel air. Dalam tugas ini, subjek diminta untuk
menunjukan permukaan cairan dalam wadah yang miring. Anak cendrung tidak
menyadari bahwa cairan itu horizontal. Berbeda dengan pemikiran Piaget hamper
40% orang dewasa tidak memahami hal ini (kalichman,1988). Yang lebih buruk,
20orang pelayan wanita profesional (yang bekerja di kafe di Oktoberfest di
Munich) dan 20 bartender profesional (yang bekerja di Munich), yang semuanya
diperkirakan punya pengalaman subtansial dalam memandang air dalam wadah yang
dimiringkan, ternyata lebih tidak paham dalam tes ini ketimbang kelompok siswa
dan profisional lainnya (Hecht & Proffitt, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar