Rabu, 05 Oktober 2016

JEAN PIAGET

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
JEAN PIAGET
Dosen Pengampu: DR. H. M.royani, M.Pd.
 






Disusun Oleh:
1.      Normita Sari                        NPM: 3061523034
2.      Akhmad Maulana                NPM: 3061523038

JURUSAN/PRODI: PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEMESTER 2

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP PGRI) BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
 KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum wr.wb
            Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karna berkat dan limpahan Rahmad dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunyan. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Tiori Belajar dan Pembelajaran Menurut Jean Piaget”
Kami mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Bapak Dosen karena berkat bantuan serta bimbingan dari beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Tiori Belajar dan Pembelajaran Menurut Jean Piaget. Semoga makalah ini dapat berguna untuk dijadikan acuan, petunjuk maupun pedoman bagi kami sendiri dan pembaca untuk mengatahui tentang Tiori Belajar dan Pembelajaran.
            Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami memerlukan pembaca untuk memberikan saran keritik yang dapat membangun kami. Keritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


                                                                                                     Barabai,  April 2016


                                                                                                            Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………           
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. .           

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………..              

BAB II PEMBAHASAN
A.    Konsep Teoritis Utama …………………………………….………………             
B.     Tahap-Tahap Perkembangan……………………………………………….              
C.     Kondisi Optimal Untuk Belajar …………………………………………..               
D.    Termasuk Kubu Mana Tiori Jean Piaget……………………....………….                
E.     Pendapat Piaget Tentang Pendidikan……………………………………..               

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………………………..           
B.     Keritik dan Saran…………………………………………………………….           
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli sejarah yang mengkhususkan diri dibidang sejarah literature abad pertengahan. Piaget pada awalnya tertarik pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun, dia mempublikasikan artikel satu halaman tentang burung pipit albino yang dilihatnya ditaman. Antara usia lima belas dan delapan belas tahun, dia mempublikasikan artikel tentang karang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya banyak, dia ditawari posisi curator koleksi kerang di Museum Genava saat dia masih duduk dibangku sekolah menengah.
Saat remaja Piaget berlibur bersama walinya, seorang sarjana Swiss. Memulai kunjungan bersama walinya inilah Piaget mulai tertarik pada filsafat pada umumnya dan epistemonology (epistemology) pada khususnya. (Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan hakikat pengetahuan). Minat Piaget pada biologi dan epistemology terus berlanjut di sepanjang hayatnya dan tampak jelas hamper di semua tulisa teoretisnya.
Piaget mendapat Ph.D dibidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan sampai usia 30tahun dia telah mempublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang karang-karangandan beeberapa topik lainya.misalnya, di usia 23 tahun ia mempublikasikan sebuah artikel tentang hubungan antara psikoanalisis dengan pisikologi anak. Setelah mendapat gelar dokter, Piaget mendapat bermacam0macam pekerjaan, di antaranya adalah bekerjasama di Binet Testing Laboratory di Paris, di mana dia ikut membanu menyusun setandar tes kecerdasan. Pendekatan Labolatorium Binet dalam melakukan pengetesan adalah penggunaan sejumlah pertanyaan tes, yang kemudian di sajikan kepada anak berbagai usia. Ditemukan bahwa anak yang lebih tua dapat member yang lebih banyak jawaban benar  ketimbang anak yang lebih muda dan beberapa anak memberi jawaban benar lebih banyak ketimbang anak lain usianya dengan usia yang sama. Anak yang disebut pertama dianggap lebih pintar ketimbang anak yang disebut belakangan. Jadi, nilai kecerdasan (intelligence quotient) anak dihitung berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. Selama bekerja di Labolatorium Binet inilah Piaget mulai tertarik pada kemampuan inteligensi anak. Minat ini, bersama dengan minatnya pada biologi dan epistemology, meresap di seluruh karya Piaget.
Saat menyusun standarisasi tes kecerdasan,Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh besar terhadap tiori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk pertanyaan tes adalah lebih informative ketimbang jawaban yang benar. Dia mengamati bahwa kesalahan serupa dibuat oleh anak usia tertentu berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia yang berbeda. Piaget mengamati lebih jauh bahwa sifat dari kesalahan ini tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam situasi tes yang sangat tersruktur, dimana anak menjawab pertanyaan secara benar atau salah. Piaget menggunakan clinical metbod (metode klinis) yang merupakan bentuk pertanyaan terbuka. Dengan menggunakan metode klinis, pertanyaan-pertanyaan Piaget akan ditemukan oleh jawaban si anak. Jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan menyusun sejumlah pertanyaanyang dirancang untuk mengeksplorisasi pertanyaan itu secara lebih mendalam.
            Selama bekerja di Laboratorium Binet, Piaget mulai menyadari bahwa “inteligensi” (kecerdasan) tidak dapat disamakan dengan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar. Menuruat Piaget, pernyataan mendasarnya adalah mengapa beberapa anak mampu menjawab beberapa pertanyaan secara benar dan anak lainnya tidak, atau mengapa seorang anak dapat menjawab sebagian soal dengan benar tetapi salah untuk sebagian soal lainnya. Piaget mulai mencari variabel-variabel yang memengaruhi kinerja tes anak. Pencariannya menghasilkan pendapat tentang inteligensi yang oleh beberapa pihak dianggap sama revolusionernya dengan pandangan Freud tentang motivasi manusia.
            Piaget meninggalkan laboratorium Binet untuk menjadi direktur riset di Jean-Jacquess Rousseau Institute di Geneva, Swiss, di mana dia bias melakukan penelitian sendiri, menggunakan metode sendiri. Tak lama setelah bergabung dengan institute itu, karya utama pertamanya tentang psikologi perkembangan mulai muncul. Piaget, yang tidak pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, secara tak terduga menjadi otoritas penting dalam psikologi anak. Dia melanjutkan karyanya, dengan mempelajari tiga anaknya sendiri. Dia dan istrinya (mantan mahasiswinya di Rousseau Institute) melakukan observasi yang cermat atas ketiga anak merika selama bertahun-tahun dan meringkas temuannya di beberapa buku. Pengguaan anak sendiri sebagai informasi penyusun teorinya telah dikritik banyak pihak. Namun observasi yang lebih luas, dengan menggunakan lebih banyak anak, ternyata cocok dengan observasi Piaget, dan karenanya kritik itu bias dibungkam.
Piaget memublikasikan sekitar 30 buku dan lebih dari 200 artikel dan terus melakukan riset produktif di University of Geneva sampai dia meninggal pada 1980. Teori perkembangan intelektual anak adalah teori yang ekstensif dan rumit, dan di bab ini kita hanya akan meringkas unsure-unsur esensialnya. Penjelasan Piaget tentang proses belajar juga berbeda dengan semua penjelasan lain yang dibahas dibuku ini.
Informasi di bab ini diambil dari beberapa sumber. Sumber sekunder adalah Beard, 1969; Flavell, 1963; Furth, 1969; Ginsburg & Opper, 1979; Phillips, 1975, 1981. Sumber primer adalah inhelder dan Piaget, 1958; Piaget, 1966, 1970a, 1970b; dan Piaget dan Inhelder, 1969.













BAB II
PEMBAAHASAN
A.    KONSEP TEORETIS UTAMA
1.      Inteligensi
Diatas kita telah menyinggung bahwa Piaget menentukan pendefinisian intelligence (inteligensi) dalam term jumlah item yang dijawab dengan benar dalam tes inteligensi. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk keberlangsungan hidup organism. Dengan kata lain, inteligensi memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif lingkungannya. Karena lingkungan dan organism senantiasa berubah, sebuah interaksi yang “cerdas” antara keduanya juga pasti terus-menerus berubah. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan kondisi optimal untuk survival organisme di dalam situasi yang sedang dialaminya. Jadi, menurut Piaget, inteligensi adalah cirri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Menurut Peaget, inteligensi adalah bagian integral dari tiap organisme karena setiap organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka. Namun, bagaimana kecerdasan memanifestasikandirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology (epistemology genetic) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa di sini istilah genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis. Pendapat Piaget tentang bagaimana potensi intelektual bisa berkembang akan diringkaskan dalam bab ini.
2.      Skemata
Seorang anak dilahirkan dengan sedikit reflex yang terorganisir, seperti menyedot, melihat, menggapai, dan memegang. Alih-alih mendiskusikan kejadian individual dari refleks ini, Piaget lebih memilih berbicara tentang potensi umum untuk melakukan hal-hal seperti mengisap, menatap, menggapai, atau memegang. Potensi untuk bertindak dengan cara tertentu itu disebut sebagai schema (skema; jamak: schemata). Misalnya, skema memegang adalah kemampuan untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktus kognitif yang membuat semua tindakan memegang bias dimungkinkan.
Ketika setiap tindakan memegang tertentu akan diamati atau dideskripsikan, maka seseorang mesti berbicara dalam term respon spesifik terhadap stimuli spesifik. Aspek manifestasi fartikular dari skema ini dinamakan content (isi). Sekali lagi skema adalah potensi umum untuk melakukan satu kelumpok prilaku, dan isi mendeskripsikan kondisi-kondisi yang berlaku selama terjadi manifestasi potensi umum.
Skema adalah istilah yang amat penting dalam teori Piaget. Suatu skema dapat dianggap sebagai elemen dalam struktur kognitif organisme. Skemata yang ada dalam organisme akan akan menentukan bagaimana ia akan merespons lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam bentuk perilaku yang jelas, seperti dalam kasus reflex memegang, atau dapat muncul secara tersamar. Manifestasi skema yang tidak jelas dapat disamakan dengan tindak berpikir. Kita akan membahas manifestasi skema yang tersembunyi nanti dalam bab ini. Baik dalam perilaku dan dalam pemikiran, istilah content merujuk kepada spesifikasi tertentu manifestasi khusua sebuah skema.
Jelas, cara anak menghadapi lingkungannya akan berubah-ubah seiring dengan perubahan si anak. Agar menjadi interaksi organisme-lingkungan, schemata yang tersedia untuk anak harus berubah.
3.      Asimilasi dan Akomodasi
Jumlah schemata yang tersedia untuk organism pada waktu tertentu merupakan cogniti ve structur (struktur kognitif) organism tersebut. Bagaimana organism berinteraksi dengan lingkungannya akan bergantung pada jenis struktur kognitif yang ada. Dalam kenyataanya, seberapa besar lingkungan dapat dipahami, atau direspons, akan bergantung pada berbagai schemata yang tersedia bagi organism. Dengan kata lain, struktur kognitif menentukan apa aspek dari lingkungan fisik yang dapat “eksis” untuk organism.
Proses memproses lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang dinamakan assimilation (asimilasi), yakni jenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik.
Struktur kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh orgenisme. Misalnya, jika skema mengisab, menatap, menggapai, dan memegang sudah tersedia bagi si anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan di asimilasikan ke  skemata  itu. Saat struktur kognitif berubah, maka anak mungkin bias mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan fisik.
Jelas , jika asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tak aka nada perkembangan intelektual sebab organism hanya akan mengasimilasikan pengalamannya kedalam struktur kognitif. Namun, proses penting kedua menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual: accommodation (akomodasi), proses memodifikasi struktur kognitif.
Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kejadian-kejadian yang berkorespondensi dengan skemata organism membuthkan akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua proses yang sama-sama penting: pengenalan, atau mengetahui, yang berhubungan proses asimilasi, dan  akomodasi, yang menghasikan modifikasi strukur kognitif. Modifikasi ini dapat disamakan dengan proses belajar. Dengan kata lain,  kita merespons dunia berdasrkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi) , tetapi setiap pengalaman memuat aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita (akomodasi). Akomodsi karenanya menyediakan sarana utama bagi pekembangan intelektual. Ginsburg dan Opper (1979) meberi contoh bagaimana asimilasi dan akomondasi saling berhubungan:
Misalkan bayi umur 4 bulan diberi mainan. Dia sebelemnya tak pernah bermain dengan mainan itu. Mainan itu karenanya merupakan unsure lingkungan dan bayi itu harus beradaptasi dengannya. Bayi itu berusaha memegang mainan. Agar berhasil, dia harus mengakomodasi bayak cara. Pertama, dia harus mengakumodasi aktivitas visualnya untuk melihat mainan itu dengan benar, misalnya menentukan lokasinya. Kemudian dia harus menjangkaunya, menyesuaikan gerakan tangannya antara dirinya dengan mainan itu. Dalam memegang mainan itu. Dalam memegang mainan itu, dia harus mengtur jari-jarinya dalam posisi memegang; saat mengangkat mainan itu dia harus mengakomodasi ototnya berdasarkan berat mainan. Ringkasnya, tindakan memegang mainan ini sederetan tindak akomodasi, atau modifikasi struktur perilaku bayi sesuai tuntutan lingkungan. Pada saat yang sama, memegang mainan juga membutuhkan asimilasi. Sebelumnya bayi itu pernah memegang benda lain; baginya, memegang adalah struktur perilaku yang sudah terbentuk. Ketika dia melihat mainan itu untuk pertama kalinya, dia akan mencoba memegang bentuk mainan baru itu dengan menggunakan pola prilaku lama. Dalam satu pengertian, dia mencoba mengubah bendanya itu menjadi sesuatu yang sudah dikenalinya yakni benda yang akan dipegang. Karenanya, kita bisa mengatakan bahwa dia mengasimilasikan objek ke dalam kerangka yang dimilikinya dan karenanya member “makna” pada objek itu.
Asimilasi dan akomondasi disebut sebagai functional invariants (invariant fungsional) karena mereka terjadi di semua livel perkembangan intelektual. Tetapi jelas, bahwa pengalaman sebelumya sebelum vendrung melibtkan lebih banyak akomdasi ketimbang pengalaman yang kemudian karena semakin banyak hal-hal yang dialami akan beerhubungan dengan struktur kognitif yang ada, dan mebuat akomodasi subtansial makin tak diperlukan saat individu bertambah dewasa.
4.      Ekuilibrasi
Kita mungkin bertanya-tanya apa kekuatan pendorong dibalik pertumbuhan intelektual. Menurut Piaget, jawabanya ada pada konsep aquilibration (ekuilibrasi). Piaget berasumsi bahwa semua organism punya tendensi bawaaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Dengan kata lain, semua aspek dari organism diarahkan menuju adaptasi yang optimal. Ekulibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan sebagaidorongan terus-menerus kea rah keseimbangan atau ekuilibrium.
Konsep ekuilibrasi menurut Piaget sejajar dengan konsep hedonism Freud atau konsep aktulisasi dari Maslow dan Jung. Ini adalah konsep mutivisionalnya, yang bersama dengan asimilasi dan akomodasi dipakai untuk menerangkan pertumbuhan intelektual anak. Sekarang kami akan mendiskripsikan  ketiga proses ini berinteraksi.
Seperti telah kita lihat, asimilasi memungkinkan organisme untuk merespons situasi sekarang sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Karena aspek unik dari situasi ini tidak dapat diproses berdasarkan pengetahuan sebelumnya, maka aspek unik atau baru dari pengalaman ini akan menyebabkan sedikit tidak keseimbangan kognitif. Karena ada kebutuhan bawaan untuk mencapai rohani (ekuilibrium) struktur mental organism berubah agar dapat memasukan aspek unik dari pengalaman ini dan menyebabkan upayan penyeimbangan kognitif kembali. Seperti penjelasan para pisikolog Gestalt, kurangnya keseimbangan kognitif ini memiliki property motivasional yang membuat organisme aktif sampai keseimbangan tercapai kembali. Tetapi selain usaha memulihkan keseimbangan, penyesuaian ini membuka jalan bagi interaksi baru daan berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut menyebabkan perubahan struktur mental, sehingga jika aspek lingkungan yang sebelumnya unik kemudian dijumpai lagi, aspek itu tidak akan menimbulkan ketidak keseimbangan yakni aspek itu akan mudah diasimilasikan ke dalam struktur kognitif organisme. Selain itu,tatanan kognitif ini membentukbasis untuk akomodasi yang baru, sebab akomodasi selalu muncul dari ketidak seimbangan, dan yang menyebabkan ketidak keseimbangan itu selalu terkait dengan struktur kognitif organism saat ini. Secara bertahap, melalui proses penyesuaian dari ini, informasi yang pada satu waktu tidak bias diasimilasi, pada akhirnya bias diasimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tetapi pasti. Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut:
                                                            Lingkungan fisik
                                                            Struktur kognitif
                                                                Persepsi                           belajar
                                             Asimilasi                       Akomodasi

5.      Interiorisasi
            Interaksi awal dengan lingkungan adalah interaksi sensorimotor  yakni, mereka merespons stimulasi lingkungan secara langsung dengan reaksi motor (gerak) reflex. Pengalaman awal anak karenanya melebatkanpenggunaan dan elaborasi skemata bawaan mereka seperti memegang, mengisap, menatap, dan menggapa. Hasil dari pengalaman terdahulu ini di simpan dalam struktur kognitif dan pelan-pelan mengubahnya. Dengan makin banyaknya pengalaman, anak-anak mengembangkan struktur kognitif mereka, dan karenanya memungkinkan bagi mereka untuk beradaptasi secara lebih mudah ke situasi yang lebih banyak dan beragam.
            Setelah struktur kognitif makin luas, anak-anak mampu merespons situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak lagi terlalu bergantung pada situasi sekarang. Misalnya, mereka mampu “memikirkan” objek yang sebelumnya tidak mampu meraka pikirkan. Apa yang kini dialami anak-anak adalah fungsi dri lingkungan fisik dan struktur kognitifnya, yang mereflisikan akumulasi pengalaman sebelumnya. Penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan interiorization (interiorisasi).
            Setelah struktur kognitif berkembang, struktur ini menjadi makin penting dalam prises adaptasi. Misalnya, struktur kognitif yan sudah meluas akan bias memecahkan problem yang lebih kompleks. Setelah mungkin banyak pengalaman yang diinteriosasikan, pemikiran menjadi aalat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pada awalnya reaksi adaptif anak bersifat langsung dan sederhana, tetapipemikiran. Reaksi adaptif awal si anak biasanya jelas kelihatan. Saat proses interiorisasi terus berlanjut, respons adaptif anak menjadi makin tak tampak (covert) mereka melibatkan lebih banyak tindakan internal ketimbang iksternal. Piaget menyebut proses tak tampak internal ini sebagai operation (operasi) aksi, dan istilah operasi ini secara umum dapat disamakan dengan “berfikir”. Kini, alih-alih memanipulasi lingkungan secara langsung, anak dapat melakukannya secara mental melalui penggunaan operasi.
            Karakteristik terpenting dari setiap operasi adalah ia ia dapat dibalikan. Reversibility berarti bahwa setelah sesuatu dipikirkan, ia lalu dapat “tidak dipikirkan” yakni, sesuatu operasi, setelah dilakukan, dapat ditinggalkan secara mental. Misalnya, seseorang secara mental dapat jumlah 3 dan 5 dan mendapat 8, dan kemudian secara mental mengurangi 3 dari 8 dan dapat 5.
            Seperti telah kita lihat, penyesuaian pertma anak ke lingkungan adalah langsung dan tak melibatkan pemikiran (operasi). Kemudian, setelah anak mengembangkan struktur kognitif yang lebih kompleks, pemikiran menjadi makin penting. Penggunaan operasi awal akan bergantung pada kejadian-kejadian yang dialami anak secara langsung, yakni, anak bias memikirkan hal-hal yang dapat dilihatnya. Piaget menyebutnya sebagai concrete operations sebab mereka diaplikasikan ke kejadian lingkungan konkret. Tetapi operasi selanjutnya tidak bergantung pada kejadian lingkungan, dan karenanya anak bias memecahkan persoalan yang murni hipotetis. Piaget menyebutnya sebagai formel operations (operasi formal). Berbeda dengan operasi konkret (concrete operatons), operasi formal ini tak terikat dengan lingkungan.
            Jadi, interiorisasi adalah proses yang dengannya tindakan adaptif makin tersamar. Dalam kenyataan, operasi dapat dianggap sebagai tindakan interiorisasi. Prilaku adaptif, yang pertama-tama menggunakan skemata sensomotor dan prilaku yang kelihatan, berkembang sampai ke titik dimana operasi formal dipakai dalam proses adaptif. Penggunaan operasi formal merupakan bentuk tertinggi dari perkembangan intelektual.
            Meskipun pertumbuhan intelektual it uterus berkelanjutan, Piaget menemukan bahwa kemampuan mental tertentu cenderung muncul pada tahap tertentu dari perkembanga. Adalah penting untuk memperhatikan kata cenderung ini. Piaget dan rekan-rekannya menemukan bahwa walaupupun kemampuan mental tampak ada livel usia tertentu, namun beberapa anak menunjukan kemampuannya lebih awal dan sebagian lainnya lebih kemudian. Meskipun usia aktual dimana suatu kemampuan muncul mungkin bervariasi dari satu anak ke anak lain atau dari satu kultur ke kultur lain, urutan kemunculan kemampuan mental tidak bervariasi karena perkembangan mental selalu merupakan perluasan dari apa-apa yang sudah ada sebelumnya. Jadi, walaupun anak dengan usia sama mungkin punya kemampuan mental yang berbeda-beda, urutan kemunculannya kemampuan itu selalu sama. Kita akan memeriksa berbagai tahap perkembangan intelektual menurut Piaget.
B.     TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN
1.      Sensomotor stage (dari lahir sampai dua tahun)
            Tahap sensorimotor dicirikan oleh tidak adanya bahasa. Karena anak-anak tidak menguasai kata untuk suatu benda, objek akan tak etis bagi anak jika anak tidak menghadapinya secara langsung. Interaksi dengan lingkungan adalah interaksi sensorimotor dan hanya berkaitan dengan keadaan saat ini. Anak-anak pada tahap ini bersikap egosentris. Segala sesuatu dilihat berdasarkan kekurangan referensi dirinya sendiri, dan dunia psikologis mereka satu-satunya dunia yang ada. Pada akhir tahap ini, anak mengembangkan konsep kepermanenan objek (object permanence). Dengan kata lain, mereka mulai menyadari bahwa objek tetap meski mereka tidak melihatnya.
2.      Preoperational Thingking (sekitar dua sampai tujuh tahun).
Tehap pemikiran prapesional terbagi menjadi dua:
a.       Pemikiran prakonseptual (sekitar dua sampai empat tahun)
            Selama disalah satu tahap preoperational thingking (pmikiran pra-oprasional) ini, anak-anak mulai membentuk kensep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasi benda-benda dlam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan lantaran konsep mereka itu. Jadi, semua lelaki adalah “ayah” dan semua perempuan adalah “ibu”, dan semua mainan adalah “milikku”. Logika mereka tidak idukatif atau deduktif, namun transduktif. Contoh dari penalaran transduktif adalah “sapi adalah hewan besar dengan empat kaki. Hewan itu besar dan punya empat kaki. Karenanya, hewan itu adalah sapi.”
b.      Priode pemikiran intuitif (sekitar empat sampai tujuh tahun).
            Pada tahap kedua dari pemikitan pra-operasional ini, anak-anak memecahkan problemsecara intetuf, bukanberdasarkan kaidah-kaidah logika. Cirri paling menonjol dari pemikiran anak pada tahap ini adalah kegagalan untuk mengembangkan conservation (konservasi). Konservasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, subtansi, atau luas akan tetap sama meski mungkin hal-hal seperti itu direpresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya, seorang anak ditunjukan pada wadah berisi air dalam volume tertentu. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5SHsVfLr7X1ST8bb6njs6gy_a001thnKhFz39k9jrf_EvcJPa0MrJcVTPIVr5BeZX5Z84LY_U95R6x8QXxfTgoXRcXs95P4UEaxkefUrIFDaHya6WhDpIlLjuNZO_IrW-0l0I5RHAkPA/s1600/Doc3-page-001.jpg
            Pada tahap perkembangan ini, anak, yang melihat bahwa wadah pertama berisi sejumlah cairan, kini akan cendrung mengatakan bahwa wadah yang lebih tinnggi bentuknya berisi lebih banyak air karena isinya lebih tinggi dari pada wadah pertama. Anak pada tahap ini secara mental tidak bias mengembalikan operasi kognitif, yang berarti dia tidak dapat secera mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendek dan tidak dapat melihat bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah tetap sama.
            Menurut piaget, konservasi adalahkemampuan yang muncul sebagai hasil dari akumulasi pengalaman anak dengan lingkungan, dan bukan kemampuan yang dapat diajarkan sampai anak memiliki pengalaman awal ini. Sebagaimana halnya dengan tiori tahapan lainnya, pengajaran adalah isu penting. Apakah berbagai kemampuan uncul sebagai hasil dari pengalaman tertentuu (yakni, belajar) ataukan muncul sebagai fungsi dari kedewasaan yang ditentukan secara genitik? Menurut Piaget jawabannya adalah kedua-duanya. Pendewasaan menghasilkan struktur otak dan sensoris yang dibutuhkan, tetapi dibutuhkan pengalaman untuk mengembangkannya. Pertanyaan apakah konservasi dapat dia ajarkan sebelum “tiba waktunya” masih belum menjawab, beberapa pihak mengatakan bias (misalnya LeFrancois, 1968) dan pihak lainya mengatakan tidak bias, dan karenanya menantang pendapat Piaget (misalnya Smedslund, 1961).
3.      Concrete Operations (sekitar tujuh sampai sebelas atau dua belas tahun).
Anak kini mengembanhkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan mengelompokkan secara memadai, melakukan pengaturan (mengurutkan diri yang terkecilsampai paling besar dan sebaliknya), dan menangani konsep angka. Tetapi, selama tahap ini proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi problem yang agak kompleks selama problem itu konkret dan tidak abstrak.
            Diagram berikut ini menunjukan problem khas yang diberikan kepada anak yang berusia sekitar 11 tahun untuk mengetahui proses pemikiran mereka. Tugas mereka adalah menentukan huruf apa yang mesti dimasukan kedalam bagian yang masih kosong di dalam lingkaran. Mungkin anda bias mencobanya.
           
 






           Untuk memecahkan problem ini, seseorang mesti menyadari bahwa huruf dari alphabet yang berseberangan dengan angka romawi I dan A, huruf pertamma dari abjad. Huruf yang berseberangandengan X adalah J, huruf ke sepuluh dalam abjad. Jadi, huruf yang berseberangan angka romawi V pasti E. setidaknya ada dua konsep yang harus dipakai dalam memecahkan problem semacam itu “korespondensi satu-satu” dan “nerseberangan”. Yakni, harus bias dari bawah angka Romawi dan huruf abjad dapat diletakan sedemikian rupa sehingga saling berkorespondensi, dan juga harus disadari bahwa penempatan korespondensi itu harus berseberangan. Jika anak tidak memiliki konsep ini, mereka tidak dapat memecahkan problem itu. Demikian pula, jika mereka dapat memecahkan problem, maka mereka pasti punya konsepnya.
4.      Formal Operations (sekitar 11 atau 12 tahun sampai 14atau 15 tahun).
Anak-anak kini bias menangani situasi hiotetis, dan proses berpikir mereka tidak lagi bergantung hanya pada hal-hal yang langsung riil. Pemikiran pada tahap ini semakin logis. Jadi, apparatus mental yang dimilikinya makin canggih namun apparatus ini dapat diarahkan ke solusi berbagai problem kehidupan yang tidak berkesudahan.

C.    KONDISI OPIMAL UNTUK BELAJAR
           Jelas bahwa jika sesuatu tak bias diasimilasikan ke dalam struktur kognitif orgenisme, ia tak dapat bertindak sebagai stimulasibiologis. Dalam pengertian inilah struktur kognitif menciptakan lingkungan fisik (jasmani). Saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi terartikulaskan dengan baik. Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif organism sehingga tidak bias diakomodasi, tidak akan terjadi belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan kedalam struktur kognitif tetapi pada saat yang sama ia harus berbeda agar menimbulkan perubahan dalam struktur kognitif tersebut. Jika informasi tidak dapat diasimilasikan, maka ia tidak bias dipahami. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna, tidak diperluka proses belajar. Dalam kenyataanya, dalam tiori piaget, asimilasi dan pemahaman mempunyai arti serupa. Inilah yang diistilahkan oleh Dollard dan Miller sebagai learning dilemma (delema belajar), yang menunjukan bahwa semua proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu pertumbuhan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi hanya jika asimilasi terjadi.
           Seseorang harus menentukan jenis struktur apa yang yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikitdemi sedikit. Karna alasan inilah Piaget mendukung hubungan ttap muka (satu-satu)antara guru dan murid. Tetapi jelas bahwa dia akan mendukung hubungan semacam itu karena alasan yang berbeda dangan alasan dari Skinner, yang juga mendukung hubungan tersebut.
           Piaget sering dianggap nativis yang percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi sebagai hasil dari kematangan biologis, namun anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Piaget percaya bahwa pendewasaan (maturation) hanya menyediakan kekurangan untuk perkembangan intelektual. Selain itu, ada pula pengalaman fisik (jasmani) maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental. Inhelder dan Piaget  (1958) mengemukakan soal ini sebagai berikut: “Pendewasaan sestem saraf tak bias melakukan lebih dari penentuan totalitas kemungkinan dan kemustahilan pada tahap tertentu. Lingkungan sosial tertentu jelas tidak bias diabaikan agar kemungkinan-kemungkinan itu dapat direalisasikan. Realisasi ini dapat dipercepat atau diperlambat oleh fungsi cultural dan kondisi pendidikan”  di tempat lain Piaget (1966) mengatakan,
Manusia sejak lahir sudah berada dalam lingkungan fisik dan sosial yang mempengaruhinya. Masyarakat dalam satu pengertian, lebih dari sekedar lingkungan fisik, dan lingkungan sosial dapat merubah struktur sdasar individu, sebab ia bukan hanya memaksa individu untuk mengenali fakta, tetapi juga memberinya nilai-nilai baru dan menetapkan serangkaian kewajiban kepadanya.
           Ginsburg dan Order (1979) meringkaskan cara Piaget memandang perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh warisan bawaan “(a) Struktur fisik bawaan yakni sistem saraf membatasi fungsi intelektual, (b) Reaksi behavioral bawaan yakni reflex mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu dimodifikasi besr-besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungan ,dan (c) Pendewasaan struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis yakni ketika otak menjadi matang sampai titik di mana perkembangan bahasa dimungkinkan”. Dan seperti telah kita lihat, ekuilibrasi, atau tendensi mencari harmoni antara diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
D.    TERMASUK KUBU MANA TIORI PIAGET?
           Piaget jelas buka tioretis S-R. seperti kita ketahui tiori S-R berusaha menentukan hubungan antara kejadian lingkungan (S) dengan respons terhadap kejadian (R). kebanyakan tiori mengasumsikan organism pasif yang membangun kemampuan responsdengan mengakumulasi kebiasaan. Kebiasaan dalam kempleks, menurut perspektif ini, hanyalah kombinasi dari kebiasaan-kebiasaan sederhana. Hubungan S-R tertentu “dicatak” melaluipenguatan atau kontiguasi. Pengetahuan, menurut pendapai ini, merepresentasikan “salinan” dari kondisi yang aksis dari dunia fisik. Dengan kata lain, melalui belajar, hubungan yang ada dalam dunia fisik menjadi direpresentasikan  dalam otak organism. Piaget menyebut posisi epistemologis ini sebagai teoripengetahuan salinan.
           Tiori piaget berbeda secara diametric dengan konsep pengetahuan S-R. seperti telah kita ketahui, Piaget menyamakan pengetahuan dengan struktur kognitif yang memberikan potensi untuk menghadapi lingkungan dengan cara-cara tertentu. Struktur kognitif menyediakan kerangka bagi pengalaman; yakni, mereka menentukan apa yang dapat direspons dan bagaimana ia dapat direspons. Dalam pengertian ini, struktur kognitif diproyeksikan ke lingkungan fisikdan karenanya ia menciptakannya. Dengan cara ini lingkungan dikonstruksikan oleh struktur kognitif. Tetapi, juga bisa dikatakan bahwa lingkungan memainkan peran besar dalam menciptakan struktur kognitif. Seperti telah kita ketahui, interaksi antara lingkungan dan sruktur kognitif melalui prosesasimilasi dan akomodasi adalah sangat penting dalam tiori Piget. Piaget (1970b) membedakan pendapatannya tentang inteligensi dan pengetahuan dengan  pendapat teoritis empiris lainnya sebagai berikut:
Menurut pendapat umum,dunia eksternal sepenuhnya terpisah dari subjek, meskipun dunia itu meliputi tubuh subjek. Setiap penetahuan objektif, karenanya, tampak hanya hasil dari pencatatan perseptif, asosiasi motor (gerak), deskripsi verbal, dan sejenisnya, dimana semua berpartisipasi dalam menghasilkan salinan figurative atau “salinan fungsional” (menjamin istilah Hull) dari objek dan koneksi antar-objek itu, dalam proses ini, isi dan intelegensi berasal dari luar, dan koordinasi yang mengorganisasikankanya hanyalah konsekuensi dari instrument bahasa dan simbolis.
Tetapi, interpretas pasif mengenai tindakan pengetahuan ini sesungguhnya bertentangan dengan sema livel perkembangan dan, khususnya, pada tahap sensorimotor dan pralinguistik dari inteligensi dan adaptasi kognitif. Sebenarnya, untuk mengetahui objek, subjek harus bertindak aktif, dan karenanya mengubah objek dia harus mengganti, menghubungkan, mengombinasikan, mengambil, dan menyatukan lagi.
Dari tindakan sensorimotor paling dasr (seperti mendorong atau menarik) sampai operasi intelektual yang paling ganggih, yang merupakan tindakan yang telah dinteriorisasikan, yang dilakukan secara mental (misalnya menggabungkan, mengurutkan, menggabungkan), pengetahuan senantiasa dikaitkan dengan tindakan atau operasi, yakni dengan transformasi.
           Ada kesepakatan daan ketidaksepakatan antara tiori Piaget dan Gestalt. Keduanya menyepakati bahwaketidakkeseimbangan mengandung property morivasi. Keduanya percaya bahwa pengetahuan yang lalu, teoretisi Gestalt berpendapat bahw saat jejak memori semakin mapan, ia akan semakin berpengaruh terhadap pengalaman sadar. Jadi, ketika jejak memori tentang “betntuk lingkaran” sudah mapan, sesuatu gambar lingkaran yang belem tuntas akan dialami sebagai lingkaran utuh. Jejak memori, karenanya, “mengkonstruksi”penglaman yang tidak sesuai dengan realitas fisik kita dapat mengatakan bahwa pengalaman diasimilasikan kedalam jejak memori yang sudah ada, sebagaimana mereka diasimilasikan ke dalam struktur kognitif yang sudah ada. Sebagaiman struktur kognitif pelan-pelan diubah oleh pengalaman kumulatif, demikian pula halnya dengan jejak memori.
           Sumber perbedaan utama antara teoretisi Gestalt dengan Piaget adalah soal sifat perkembangan kemampuan organisasional seseorang. Teoretisi Gestalt percaya bahwa manusia lahir dengan otak yang mengorganisasikan pengalaman berdasarkan hukum Pragnanz. Mereka percaya bahwa data indrawi dioganisasikan di semua tahap perkembangan. Piaget, sebaliknya, percaya bahwa kemampuan organisasional otak berkembang sering dengan berkembangnya struktus kognitif. Menurutnya, pengalaman selalu di organisasikan dalam term struktur kognitif, namun struktur kognitif selalu derubah baik saat terjadi pendewasaan biologis maupun berkat pengalaman indrawi. Jadi, Piaget menggunakan istilah progressive aquilibrium (ekuilibrium progresif) untuk mendeskripsikan fakta bahwa keseimbangan atau organisasi akan optimal dalam situasiyang ada dan bahwa situasi itu akan selalu berubah-ubah.
           Perbedaan antara Piaget dan teoritis Gestalt pada soal kemampuan organisasional bahwa akan menghasilkan perubahan dalam praktik pendidikan. Di satu sisi, guru yang menggunakan prinsip Gestalt dalam pengajarannya akan cendrung menekankan pada “Gestalt” di semua livel pendidikan, melihat gambaran pendidikan adalah hal yang penting. Guru semacam ini akan menerima diskusi kelompok atau sistem ceramah. Di pihak lain, guru Piagetisn sksn memperhatiakn siswa individual. Guru ini pertama-tama berusaha menentukan apa tahap perkembangan siswa tertentu sebelum menentukan informasi apa yang diberikan mereka menyadari bahwa mengetahui sesuatu tentang struktur kognitif siswa akan memampukan mereka memberi siswadengan informasi yang mudah untuk diasimilasi olehnya. Jadi, ada perbedaan besar dalam mengasumsiakn bahwa otak selalu mengorganisasikan pengalaman dan dalam mengasumsikan bahwa kemampuan organisasional bervariasi pada berbagai tahap perkembangan.
           Kita dapat melihat bahwa tiori Piaget sulit untuk dikelempokkan dalam katagori tradisional. Tiorinya adalah emperitis dalam pengertian bahwa pengetahuan bergantung pada pengalaman, tetapi cirri empiris tiorinya berbeda dengan ciri empiris teori S-R. orang akan tergoda untuk membandingkan tiori pengetahuan Piaget denan tiori Kant (lihat Bab 3), namun katagori pemikiran menurun Kamt adalah bersipat bawaan, sedangkan katagori Piaget adalah hasil dari pendewasaan dan pengalaman kumulatif. Tiori piaget tidak sepenuhnya empiris. Kensep ekuilibrasi meruakan komponen nativistik dalam tiorinya. Dorongan bawaan kea rah harmoni antara lingkungan internal dan eksternal maupun basis dari semua pertumbuhan intelektual. Kita melihat dalam tiori Piaget campuran kreatif berbagai sudut pandang , karena alasan ini teorinya sama dengan tiori Tolman.
E.     PENDAPAT PIAGET TENTANG PENDIDIKAN
           Menurut Piaget pengalaman pendidikan harus dibangun diseputar struktur kognitif pembelajaran. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki struktur kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk memiliki struktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. Jika, di sisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak aka nada proses belajar terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah di ketahui akan diasamilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalanm struktur kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.
           Jadi menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Maka kita melihat, baik itu Piaget (wakil dari paradikama kognitif) maupun kaum behavioris, telah mendapatkan kesimpulan yang sama mengenai pendidikan: akni, pendidikan harus diinvidualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mencapai kesimpulannya dengan menyadari bahwa penguatan haruslah kontigen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tepat membutuhkan hubungan tatap muka antara satu orang guru dan satu orang murid atau antara murid dengan materi pendidikan.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
     Menurut piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberikerangka bagi interaksi awal mereka dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensomotori ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat direspons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus diakomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus-menerus. Tetapi ini adalah proses yang lambat, karena skemata baru itu selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini, pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap linkungan akan terus berkembang sampai ke titik dimana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengksploritasi kemungkinan akibatnya.
     Interioritasi menghasilkan perkembangan oprrasi yang membebaskan anak dari kebutuhan untuk berhadapan langsung dengan lingkungan karena dalam hal ini anak sudah mampu melakukan manipulasi simbolis. Perkembangan operasi (tindkan yang diinteriorisasikan) mamberi anak cara yang kompleks untuk mengenai lingkungan, dan mereka karenanya mampu melakukan tindakan intelektual yang lebih kompleks. Karenanya struktur kognitif mereka lebih terartikulasi, demikian pula lingkungan fisik mereka, jadi dapat dikatakan bahwa struktur kognitif mereka mengkonstruksi lingkungan fisik. Perlu diingat bahwa istilah intelligent (cerdas) dipakai oleh Piaget untuk mendiskripsikan semua aktivitas adaptif. Jadi, perilaku anak yang memegang mainan adalah sama cerdasnya dengan prilaku anak yang lebih tua dalam memecahkan problem. Perbedaannya adalah dalam struktur kognitif yang tersedia bagi setiap anak. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan keseimbangan antara organism dengan lingkungan dalam situasi saat itu. Dorongan kea rah keseimbangan ini denamakan ekuilibrasi.
     Meskipun perkembangn  intelektual adalah berkelanjutan selama masa kanak-kanak, Piaget memilih untuk menyusun tahap perkembangan intelektual. Dia mendeskripsikan empat tahap utama; (1) sensomotor, dimana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan menggunakan reflex bawaan mereka; (2) pra-operasional, dimana anak mulai menyusun konsep sederhana; (3) operasi konkret, dimana anak menggunakan tindakan yang telah diinterioritaskan atau pemikiran untuk memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan (4) operasi formal, dimana anak dapat memikirkan situasi hipotetis secara penuh.
     Tiori Piaget mamberi efek signifikan pendidikan. Banyak berusaha untuk merumuskan kebijakan spesifisk berdasarkan tiori Piaget (misalnya, Athey & Rubadeau, 1970; Furth, 1970; Ginsburg & Opper, 1979). Yang lainnya berusaha mangambungkan tes kecerdasan berdasarkan tiorinya (misalnya Goldschmid & Bentler, 1968). Tiori Piaget jelas membuka jalan ruset baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya, atau yang diabaikan oleh mereka yang menerima sudut pandang asosiasinitik. Seperti telah kita kemukakan di bab2, salah stu cirri tiori ilmiah yang baik adalah ia bersifat heuritis, dan tiori Piaget jelas heuritis. Pada 1980, tahun Piaget meninggal, JeromeKagan memujinya dengan menulis:
“Piahet mengemukakan banyak fenomena yang menawan yang ada di depan hidung semua orang tetapi hanya sedikit yang mempu melihatnya. Reliabilitas dari penemuan itu (bayi usia delapan bulan yang tiba-tiba bisa menemukan mainan tersembunyi dan penemuan nonkonservasi dan konservasi anak 7 tahun yang menghadapi teka-teki air di wadah) sanagt konsesten diberbagai kultur sehingga penemuan itu mirip dengan menemuan dalam percobaan kimia… Hanya ada sedikit orang yang akan membatah bahwa kesempulan Piaget telah menjadi baris utama bagi ilmu kognitif dalam psikologi kontemporer… Bersama Freud, Piaget adalah tokoh terpenting dalam perkembangan ilmu tentang manusia.”
B.     KRITIK DAN SARAN
·         Kritik
     Banyak pisikolog kontenporer menunjukan ada problem dalam metodologo riset Piaget. Metode klinisnya dapat menyediakan informasi yang tidak dapat dicatat dengan mudah dalam eksperimen laboraturium yang ketat. Metodenya bisa jadi metode ideal untuk menemukan arah bagi riset dimasa depan di dalam kondisi yang didefinisikan secara ketat, tetapi kita harus hati-hati saat mengambi kesimpuan dari observasi yang dibuat dengan metode klinis karena metode ini kekurangan kontrol eksperemental yang ketat. Kritik terkait ditunjukanya pada sejauh mana observasi Piaget dapat digenarasikan, sebab dia tidak mengamati anak atau orang dewasa dari kultur selain kulturnya sendiri. Misalnya, Egan (1983), menulis, “Jika, misalnya, kita menemukan bahwa kebanyakan orang dewasa Abirigin di Australia gagal dalam tes konservasi kuantitas kontinu Piagettian, apakah kita akan percaya bahwa orang dewasa Aborigin akan menyimpan air dalam wadah bentuk tinggi untuk menyimpan (lebih banyak air) apakah mereka berpikir mereka akan kehilangan air jika mereka menuangkannya kewadah  yang lebih pendek? Masalah yang belum jelas ini menunjukan bahwa tugas-tugas Piagetian Klasik, dalam konteks seperti itu, menghasilkan data yang kabur yang mungkin tidak ada hubungannya dengan kapasitas intelektual umum”.
     Meskipun gagasan tahapan-tahapan perkembangan Piaget tampak secara umum benar, ada indikasi bahwa kemampuan anak yang sangat muda tidak terbatas seperti yang diyakini semula. Bayi mungkin sudah punya pemahaman tentang kepermanenan objek (Baillargeon, 1987, 1992; Bowers,1989) dan hukum fisika tertentu seperti kemustahilan memindahkan suatu benda padat menembus halangan fisik (Baillargeon et al., 1990; Keen, 2003). Selain itu, mungkin ada perkembangan pemahaman yang diskontinu, bukan hierarki akumulasi seperti yang dikemukakan oleh Piaget (berthier et al., 2000).
     Juga bahkan orang dewasa barangkali akan mencapai tahap operasi formal walau ia dihadapkan pada jenis pengalaman yang menurut Piaget akan membawa orang itu ke struktur formal. Misalnya, Piaget dan Inhelder (1956) menyusun tugas livel air. Dalam tugas ini, subjek diminta untuk menunjukan permukaan cairan dalam wadah yang miring. Anak cendrung tidak menyadari bahwa cairan itu horizontal. Berbeda dengan pemikiran Piaget hamper 40% orang dewasa tidak memahami hal ini (kalichman,1988). Yang lebih buruk, 20orang pelayan wanita profesional (yang bekerja di kafe di Oktoberfest di Munich) dan 20 bartender profesional (yang bekerja di Munich), yang semuanya diperkirakan punya pengalaman subtansial dalam memandang air dalam wadah yang dimiringkan, ternyata lebih tidak paham dalam tes ini ketimbang kelompok siswa dan profisional lainnya (Hecht & Proffitt, 1995).

 DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar